MABBI – Melalui tim peneliti yang di ketuai oleh Adi Yulandi beranggota Antonius Suwanto, Diana Elizabeth Waturangi dan Aris Tri Wahyudi dari Institut Pertanian Bogor berhasil menemukan fakta baru di dalam tempe.
Tempe adalah makanan yang khas Indonesia. Sebelum menjadi tempe, tempe berasal dari biji kedelai yang difermentasi. Biji yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan vitamin B, serat pangan, kalsium dan zat besi.
Selain itu tempe juga mempunyai kandungan bernilai obat, seperti antibiotik untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Perubahan biokimia kedelai selama mikroba fermentasi meningkatkan nilai gizi dan kesehatan senyawa bioaktif dalam tempe.
Tempe jika dibandingkan makanan fermentasi berbahan dasar kedelai asli lainnya seperti miso, nato dari Jepang, douchi dari China dan kinema dari Nepal yang menggunakan Bacillus sp. sebagai inokulum, tempe menggunakan Rhizopus sp. dalam produksinya. Tempe adalah makanan khas indonesia yang terbuat dari fermentasi kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oryzae Rhizopus oligosporus, Rhizopus stolonifer. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi tempe“.
Tempe banyak dikonsumsi masyarakat di Indonesia, tetapi sekarang telah memiliki nilai jual dipasar dunia. Kaum pecinta sayur atau vegetaran di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Hal ini menyebabkan tempe tidak hanya diproduksi di Indonesia tetapi juga di berbagai tempat di dunia. Hal ini akan mendorong banyaknya peneliti yang melakukan penelitian di sejumlah negara, seperti Jepang, Amerika Serikat dan Jerman. Negara Indonesia sekarang berusaha sedang mengembangkan sebah galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang berkualitas atau memperbaiki kandungan gizi tempe agar lebih kompleks. Banyak yang mendukung kegiatan ini namun banyak pula beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak paten sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten), hal tentu juga akan mengancam konsumsi tempe yang biasanya hanya untuk masyarakat kelas menengah kebawah.
Nah penelitian yang dilakukan oleh Adi dan kawan-kawan mengungkapkan sebuah wawasan baru yang ada didalam profil komunitas bakteri dengan memanfaatkan teknologi modern ternama Analisis Metagenomik Shotgun. (Tri/MABBI)
Simak selengkapnya di : https://doi.org/10.1186/s13104-020-05406-6
Leave a Reply