MABBI – Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan salah satu tanaman Palmae penghasil pati yang mampu mengakumulasi pati pada batangnya 244 sampai 310 kg/pohon (Ehara et al. 2016). Luas areal hutan sagu dunia lebih dari 50% berada di Indonesia dengan potensi 20-40 ton pati sagu/ha/tahun (Bintoro 2011). Dalam 100 gram tepung sagu mengandung nutrisi sebagai berikut: kalori 285, air 77 g, protein 0,2 g, kalsium 30 mg, karbohidrat 71 g, besi 0,7 mg dan serat 0,3 g (Johnson 2010).
Tanaman sagu banyak dijumpai di daerah rawa dan pinggir sungai di Indonesia dan terpusat di Papua, Maluku, Sulawesi dan Riau. Sejak lama tanaman sagu dikenal sebagai makanan bagi masyarakat Papua maupun Maluku. Tanaman sagu menyimpan pati sebagai cadangan pangan di bagian batang. Manfaat pati sagu selama ini digunakan sebagai makanan pokok dan bagi masyarakat Papua maupun Maluku dengan nama papeda. Disamping makanan pokok dari pati sagu dimanfaatkan sebagai makanan kudapan (cemilan) seperti bagea, ongol-ongol, kue bangkit dan sebagainya. Produk lain sebagai campuran untuk soto yang dibuat dalam bentuk soun. Waktu berjalan terus dan ketersediaan pangan karbohidrat semakin hari mendapat tantangan akibat perubahan iklim, dimana tanaman semusim seperti padi, gandum dan jagung mengalami gagal panen. Perubahan iklim yang akan berpengaruh terhadap produksi pangan terutama karbohidrat di Indonesia ini tidak dapat dibiarkan karena masalah akan semakin serius. Oleh sebab itu, penggalian pangan penyedia karbohidrat selain dari biji-bijian seperti beras dan jagung penghasil karbohidrat seperti sagu tidak boleh diremehkan. Ditinjau dari ketersediaan lahan sebagai penyedia bahan baku sagu terutama di Papua memiliki areal hampir 1 juta ha. Disamping itu di daerah lain seperti Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Riau merupakan sentra tanaman sagu.
Tanaman sagu memiliki potensi ekonomi, energi dan genetik yang tinggi untuk dikembangkan di Indonesia. Secara ekonomi tanaman sagu memberikan keuntungan yang cukup besar dari pati yang dihasilkan persatuan luas dan waktu. Yamamoto (2010) melaporkan bahwa produksi pati kering dari tanaman sagu rata-rata mencapai 337 kg/pohon sedangkan Bintoro (2011) menyatakan potensi tanaman sagu menghasilkan pati 100-900 kg/pohon. Jika jarak tanam 9 m akan terdapat 123 pohon/ha maka akan diperoleh 42 ton pati sagu/ha/tahun (Abbas 2006). Potensi produksi pati Indonesia diperkirakan 5 juta ton pati kering sagu/tahun sedangkan konsumsi pati dalam negeri baru mencapai 210 ton (Sumaryono 2007) dan ekspor baru mencapai 9.680,908 ton pada tahun 2015 (Ditjen Perkebunan 2016).
Tanaman sagu juga memiliki potensi genetik yang belum banyak dikembangkan. Tanaman sagu memiliki mekanisme genetik yang belum banyak dimengerti berkaitan dengan daya adaptasinya pada lingkungan yang tergenang dan pH rendah. Potensi genetik ini dapat dikembangkan untuk mencari gen-gen potensial terhadap cekaman abiotik. (Tri/MABBI)
Tanaman Sagu (Metroxylon sagu Rottb.)
by
Tags:
Leave a Reply