Dalam bidang bioteknologi reproduksi, teknik somatic cell nuclear transfer (SCNT) telah digunakan secara luas untuk penelitian reprogramming epigenetik. Teknik ini memungkinkan pemindahan inti sel somatik ke dalam oosit yang telah dienukleasi, dengan tujuan mengembalikan pluripotensi dan menghasilkan individu baru yang identik secara genetik. Namun, meskipun memiliki potensi yang besar, efisiensi SCNT masih rendah akibat hambatan epigenetik yang mengganggu proses reprogramming genomik. Salah satu hambatan utama adalah pola metilasi DNA yang abnormal, yang dapat mempengaruhi aktivasi genom zigot atau zygotic genome activation (ZGA).
Metilasi DNA merupakan modifikasi epigenetik yang berperan penting dalam regulasi ekspresi gen selama perkembangan awal embrio. Pada embrio hasil fertilisasi in vivo, terjadi proses de-metilasi global setelah fertilisasi, di mana DNA paternal mengalami de-metilasi aktif, sedangkan DNA maternal mengalami de-metilasi pasif. Namun, pada embrio SCNT, reprogramming metilasi DNA sering kali tidak sempurna, menyebabkan tingkat metilasi yang lebih tinggi dibandingkan embrio yang terbentuk secara alami. Studi menunjukkan bahwa tingkat metilasi DNA yang tinggi pada daerah promotor dan intron pertama dari gen-gen penting dapat menghambat aktivasi ZGA dan menyebabkan kegagalan perkembangan embrio.
Untuk memahami lebih dalam pola metilasi DNA pada embrio SCNT, analisis weighted gene co-expression network analysis (WGCNA) telah dilakukan guna mengidentifikasi gen-gen utama yang terlibat dalam regulasi epigenetik. Melalui pendekatan ini, ditemukan bahwa beberapa gen seperti Dppa2 dan Dppa4 mengalami hiper-metilasi dan tidak teraktivasi dengan baik pada embrio SCNT. Kedua gen ini memiliki peran krusial dalam mengatur ekspresi Dux, yang merupakan faktor utama dalam aktivasi ZGA. Akibatnya, kegagalan ekspresi Dux dapat menyebabkan kegagalan aktivasi transkripsi embrio tahap awal, menghambat perkembangan ke tahap blastokista.
Selain itu, studi tentang distribusi wilayah metilasi yang tidak normal (differentially methylated regions/DMRs) menunjukkan bahwa daerah-daerah yang mengalami re-metilasi terutama terletak di promotor, intron pertama, dan 3’untranslated region (3’UTR). Menariknya, semakin pendek wilayah DMRs, semakin besar perubahan tingkat metilasi yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa panjang DMRs berkorelasi langsung dengan dinamika metilasi DNA pada embrio SCNT.
Penelitian lebih lanjut telah mengungkap bahwa berbagai jalur molekuler, termasuk jalur Wnt, MAPK, dan cAMP, sangat dipengaruhi oleh perubahan metilasi DNA dalam embrio SCNT. Jalur-jalur ini berperan dalam regulasi transkripsi, proliferasi sel, dan adhesi seluler yang esensial bagi perkembangan embrio. Dengan demikian, intervensi yang bertujuan untuk menyesuaikan pola metilasi DNA dapat menjadi strategi potensial dalam meningkatkan efisiensi reprogramming SCNT.
Hasil penelitian ini menyoroti pentingnya regulasi epigenetik dalam keberhasilan SCNT dan perkembangan embrio. Hambatan epigenetik, khususnya yang terkait dengan metilasi DNA yang abnormal, berkontribusi signifikan terhadap rendahnya tingkat keberhasilan kloning. Oleh karena itu, pendekatan berbasis epigenetik seperti manipulasi metilasi DNA atau overekspresi faktor transkripsi penting dapat digunakan untuk mengatasi hambatan ini dan meningkatkan efisiensi SCNT dalam aplikasi bioteknologi reproduksi.
Sumber:

Leave a Reply