Pendekatan kedokteran presisi telah merevolusi strategi diagnosis dan pengobatan kanker kolorektal , dengan menekankan pentingnya pemahaman terhadap profil molekuler tumor secara individual. Artikel yang ditulis oleh Neelakanta Sarvashiva Kiran, Chandrashekar Yashaswini, Rahul Maheshwari, Sankha Bhattacharya, dan Bhupendra G. Prajapati membahas kemajuan signifikan dalam penerapan teknologi profil molekuler untuk memandu terapi bertarget pada pasien dengan kanker kolorektal. Kajian ini menguraikan bagaimana pendekatan berbasis data genetika dan ekspresi molekul dapat meningkatkan akurasi diagnosis, mempercepat pengambilan keputusan klinis, serta memberikan hasil terapi yang lebih efektif dan minim efek samping.
Kanker kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang paling umum dan mematikan secara global. Meskipun telah tersedia berbagai bentuk terapi konvensional seperti operasi, kemoterapi, dan radioterapi, respons pasien terhadap pengobatan tersebut sangat bervariasi. Variasi ini disebabkan oleh heterogenitas genetik tumor yang mendasarinya. Oleh karena itu, strategi kedokteran presisi muncul sebagai solusi yang menjanjikan dengan memanfaatkan informasi molekuler untuk memahami karakteristik unik dari tumor setiap pasien.
Pendekatan utama dalam kedokteran presisi untuk kanker kolorektal dimulai dari pemetaan profil genetik melalui sekuensing generasi baru . Teknik ini memungkinkan identifikasi mutasi spesifik seperti mutasi pada gen KRAS, NRAS, BRAF, dan PIK3CA yang diketahui memiliki peran penting dalam patogenesis kanker kolorektal. Informasi ini sangat berharga dalam menentukan apakah pasien berpotensi merespons terapi tertentu, seperti inhibitor reseptor faktor pertumbuhan epidermal atau terapi imunomodulator.
Salah satu dampak besar dari penerapan teknologi profil molekuler adalah munculnya terapi bertarget yang dirancang khusus untuk mengintervensi jalur sinyal seluler yang mengalami mutasi. Sebagai contoh, pasien dengan mutasi BRAF V600E cenderung menunjukkan respons yang lebih baik terhadap kombinasi terapi yang menargetkan BRAF, MEK, dan jalur sinyal terkait. Selain itu, pasien dengan instabilitas mikrosatelit tinggi atau defisiensi perbaikan mispasangan DNA menunjukkan respons positif terhadap imunoterapi berbasis penghambat titik kontrol imun .
Artikel ini juga menyoroti pentingnya integrasi data multi-omik seperti genomik, transkriptomik, dan proteomik untuk membangun gambaran menyeluruh mengenai lanskap molekuler kanker kolorektal. Dengan pendekatan ini, terapi tidak hanya diarahkan berdasarkan satu jenis data, tetapi berdasarkan interaksi kompleks antar biomolekul dalam jaringan tumor. Hal ini memungkinkan penyesuaian terapi yang lebih tepat untuk setiap pasien, serta pengembangan biomarker prediktif baru untuk mengevaluasi respons terapi secara real-time.
Walaupun prospek penerapan kedokteran presisi sangat menjanjikan, implementasi klinisnya masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah biaya tinggi untuk pengujian profil molekuler, keterbatasan akses terhadap fasilitas diagnostik canggih, serta kurangnya tenaga medis yang terlatih dalam interpretasi data genetika. Selain itu, masih diperlukan upaya besar dalam penyusunan pedoman klinis berbasis bukti untuk menjamin bahwa hasil profil molekuler benar-benar dapat diterjemahkan menjadi keputusan terapeutik yang efektif dan aman.
Melalui kajian ini, menjadi jelas bahwa kemajuan dalam pendekatan presisi pada kanker kolorektal tidak hanya berkontribusi terhadap peningkatan angka kelangsungan hidup pasien, tetapi juga mendorong transisi paradigma dari pengobatan generik menuju terapi individual yang berbasis bukti molekuler. Kolaborasi antara peneliti, klinisi, dan industri bioteknologi sangat diperlukan untuk mempercepat translasi temuan ilmiah ke dalam praktik klinis yang dapat diakses secara luas. Artikel ini mempertegas posisi penting kedokteran presisi sebagai fondasi masa depan terapi kanker yang tidak hanya lebih cerdas dan adaptif, tetapi juga berorientasi pada nilai dan kualitas hidup pasien.
Sumber:
Leave a Reply