Eksplorasi Jamur Endofit Tanaman Hutan sebagai Sumber Senyawa Bioaktif Antimikroba dan Antioksidan

Meningkatnya resistensi antimikroba yang disebabkan oleh berkembangnya strain mikroba yang kebal terhadap berbagai jenis antibiotik telah memicu kebutuhan mendesak akan eksplorasi sumber bioaktif baru dari alam. Dalam dekade terakhir, perhatian ilmiah bergeser pada mikroorganisme endofit, khususnya fungi (jamur) yang hidup bersimbiosis di jaringan tanaman tanpa menyebabkan gejala penyakit. Endofit jamur (endophytic fungi) diyakini memiliki kemampuan unik dalam menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur kimia kompleks yang belum sepenuhnya terungkap. Potensi metabolit ini tidak hanya mencakup aktivitas antibakteri dan antijamur, tetapi juga kemampuan antioksidan yang penting dalam berbagai bidang, mulai dari pengobatan infeksi hingga perawatan penyakit degeneratif.

Penelitian terkini yang dilakukan oleh El-Sayed dan kolega menitikberatkan pada eksplorasi bioprospeksi jamur endofit dari tanaman hutan yang tumbuh di kawasan Mokrzański, Wrocław, Polandia. Kawasan ini dipilih karena keanekaragaman hayatinya yang tinggi dan minimnya eksplorasi mikrobiologis yang telah dilakukan sebelumnya. Dari penelitian tersebut, sebanyak empat puluh tiga isolat jamur endofit berhasil dikoleksi dari dua belas spesies tanaman hutan yang berbeda. Isolat-isolat ini selanjutnya dikultur dan diekstraksi baik dari biomassa sel maupun filtrat bebas sel untuk dievaluasi aktivitas biologi dari metabolit yang dihasilkannya.

Evaluasi bioaktivitas dilakukan terhadap tiga aspek utama, yaitu aktivitas antibakteri, aktivitas antijamur terhadap patogen manusia maupun tanaman, serta kemampuan antioksidan. Lima isolat jamur endofit menunjukkan potensi bioaktif yang konsisten pada ketiga parameter tersebut. Identifikasi molekular dan morfologis lebih lanjut mengungkapkan bahwa kelima isolat ini berasal dari spesies Trichoderma harzianum, Aspergillus ochraceus, Chaetomium cochliodes, Fusarium tricinctum, dan Penicillium chrysogenum. Masing-masing jamur ini diisolasi dari tanaman inangnya yang berbeda, antara lain Fagus sylvatica (pohon beech), Robinia pseudoacacia (pohon akasia hitam), Acer platanoides (pohon maple Norwegia), dan Pinus sylvestris (pohon pinus Skotlandia).

Penelitian ini tidak hanya terbatas pada identifikasi aktivitas biologis dari ekstrak jamur endofit, tetapi juga mengevaluasi pengaruh iradiasi sinar gamma pada kapasitas produksi metabolit bioaktif oleh jamur tersebut. Iradiasi dengan dosis berbeda diterapkan pada kultur jamur dan hasilnya menunjukkan adanya perubahan aktivitas bioaktif, yang mengindikasikan bahwa perlakuan fisik tertentu dapat memicu atau menekan biosintesis metabolit sekunder. Fenomena ini membuka peluang baru dalam rekayasa metabolit mikroba menggunakan pendekatan fisik yang relatif sederhana namun efektif.

Langkah berikutnya dalam penelitian ini adalah pemisahan senyawa bioaktif dari lima isolat unggulan menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif (preparative thin-layer chromatography). Fraksi yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa (gas chromatography-mass spectrometry/GC-MS) untuk mengidentifikasi komponen senyawa secara kimiawi. Pendekatan ini penting guna menjelaskan struktur senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak jamur serta memperkirakan potensi farmakologisnya di masa depan. Hasil analisis menunjukkan bahwa beberapa senyawa yang terdeteksi memiliki kemiripan dengan metabolit antimikroba dan antioksidan yang telah dikenal, namun juga ditemukan komponen baru yang belum terdaftar dalam basis data komersial, yang menunjukkan potensi orisinalitas dan kebaruan senyawa.

Penemuan ini menjadi sangat penting dalam konteks bioprospeksi dan konservasi biodiversitas mikroba. Jamur endofit yang diisolasi dari tanaman hutan tidak hanya mencerminkan interaksi simbiotik yang kompleks antara mikroba dan inangnya, tetapi juga mencerminkan kemampuan adaptif mikroba terhadap lingkungan ekstrem. Lingkungan hutan yang relatif stabil, namun memiliki tekanan ekologis yang tinggi seperti kompetisi antar spesies, diyakini memicu jamur endofit untuk menghasilkan senyawa dengan fungsi protektif dan kompetitif yang tinggi. Oleh karena itu, eksplorasi lebih lanjut terhadap mikroba endofit dari ekosistem alami seperti hutan menjadi agenda penting dalam pencarian kandidat obat baru.

Dalam konteks bioteknologi dan bioinformatika, data metabolit sekunder dari jamur endofit ini memiliki nilai strategis tinggi. Dengan pemanfaatan teknik pemodelan molekuler dan penambangan basis data metabolit menggunakan pendekatan informatika bioaktif, peneliti dapat memprediksi interaksi senyawa dengan target biologis tertentu. Lebih jauh lagi, pendekatan ini dapat dipadukan dengan sintesis semisintetik atau rekayasa jalur biosintesis untuk meningkatkan efisiensi produksi metabolit unggulan.

Sebagai penutup, penelitian ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman kita tentang potensi jamur endofit hutan dalam menghasilkan senyawa bioaktif dengan aktivitas antimikroba dan antioksidan. Selain itu, studi ini memperlihatkan bahwa pendekatan multidisipliner yang menggabungkan biologi mikroba, kimia metabolit, teknologi iradiasi, dan teknik analisis kimia modern sangat diperlukan untuk membuka potensi tersembunyi dari sumber daya mikroba yang belum banyak dieksplorasi. Hasil ini tidak hanya menjadi dasar penting bagi pengembangan farmasi dan agroindustri di masa depan, tetapi juga mendukung upaya konservasi mikroba lokal yang memiliki peran ekologis dan ekonomi tinggi.

Sumber:

El-Sayed, E.S.R., Baskaran, A., Pomarańska, O., Mykhailova, D., Dunal, A., Dudek, A., Satam, S., Strzała, T., Łyczko, J., Olejniczak, T. and Boratyński, F., 2024. Bioprospecting endophytic fungi of forest plants for bioactive metabolites with antibacterial, antifungal, and antioxidant potentials. Molecules29(19), p.4746.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *