Transmisi virus melalui aerosols atau partikel-partikel udara yang dapat mengangkut patogen telah menjadi perhatian utama dalam kesehatan masyarakat. Meskipun demikian, penelitian mengenai komunitas virus yang terasosiasi dengan aerosols masih tertinggal jika dibandingkan dengan penelitian pada ekosistem terestrial dan akuatik. Baru-baru ini, sebuah studi yang dilakukan oleh Tong Jiang dkk., meneliti keragaman virus DNA yang ada dalam aerosols alami yang diambil dari atmosfer di kawasan Asia Timur, baik dari daratan maupun lautan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan atmosfer memiliki komunitas virus yang khas dan berbeda dengan komunitas yang ada di ekosistem terestrial maupun akuatik. Penelitian ini sangat penting untuk memperluas pemahaman kita tentang ekosistem mikroba di atmosfer dan potensi dampak patogenik dari virus-virus tersebut terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Penelitian yang dilakukan di berbagai lokasi, baik yang berada di daratan maupun yang terletak di kawasan laut, menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam komposisi komunitas virus yang ditemukan di dalam aerosols atmosfer. Faktor utama yang memengaruhi keragaman dan struktur komunitas virus di udara adalah ketinggian tempat dan sumber aerosols tersebut. Misalnya, sampel aerosols yang dikumpulkan dari daerah dengan ketinggian tinggi, seperti pegunungan, memiliki komposisi virus yang berbeda dengan sampel yang diambil dari wilayah dataran rendah atau kawasan pesisir. Variasi ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan dalam polusi udara, sumber biogenik yang ada di sekitarnya, dan bahkan pengaruh aktivitas manusia yang dapat menambah keberagaman komunitas virus.
Salah satu temuan penting dari penelitian ini adalah adanya potongan-potongan virus yang dapat menginfeksi bakteri patogen, seperti herpesvirus, inovirus, dan iridovirus. Virus-virus ini, meskipun seringkali terkait dengan infeksi pada manusia dan hewan, juga memiliki peran yang lebih luas dalam ekosistem mikroba. Pengamatan ini memberikan petunjuk penting mengenai kemungkinan potensi patogenik dari komunitas virus yang ada di atmosfer, yang dapat berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain melalui transportasi udara. Meskipun sebagian besar virus ini tidak langsung menginfeksi manusia atau hewan, keberadaan mereka dalam atmosfer meningkatkan potensi penularan penyakit secara luas. Hal ini menjadikan penelitian semacam ini semakin relevan dalam konteks pengendalian kesehatan masyarakat dan pengawasan terhadap penyebaran patogen melalui udara.
Selain itu, temuan yang lebih menarik dalam studi ini adalah adanya gen metabolik tambahan atau auxiliary metabolic genes (AMGs) dalam komunitas virus yang teridentifikasi, seperti gen phoH, yang terlibat dalam pengaturan penyerapan fosfat di kondisi lingkungan dengan kandungan fosfat rendah. Gen ini ditemukan lebih banyak pada sampel aerosol yang berasal dari lautan dibandingkan dengan sampel dari daratan. Fungsi AMGs ini sangat penting, karena mereka membantu inang virus untuk mengatasi tantangan metabolik yang ada di lingkungan yang berbeda, seperti di lautan yang cenderung memiliki kadar fosfat yang lebih rendah dibandingkan dengan ekosistem daratan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa komunitas virus yang ada di atmosfer memiliki karakteristik ekologis yang berbeda dibandingkan dengan komunitas virus di ekosistem daratan dan laut. Virus-virus yang ditemukan di atmosfer, meskipun beragam, cenderung memiliki komposisi yang lebih sederhana dan lebih tergantung pada sumber daya lingkungan sekitar. Sumber-sumber ini mencakup baik aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas industri, maupun sumber alami seperti debu, pollen, dan mikroorganisme yang terangkut ke udara.
Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, pemahaman tentang keragaman dan penyebaran virus dalam aerosols atmosfer memiliki implikasi yang sangat besar. Virus yang ditemukan di atmosfer, meskipun sebagian besar tidak berbahaya bagi manusia, dapat membawa patogen yang lebih berbahaya, baik bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan demikian, penting untuk menilai potensi patogenik dari komunitas virus ini secara lebih mendalam. Salah satu tantangan utama adalah bahwa banyak virus ini belum dapat dibudidayakan di laboratorium, sehingga identifikasi mereka bergantung pada analisis genomik dan teknologi sekuensing terbaru.
Salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam studi ini adalah perbedaan komposisi virus antara sampel aerosols yang terpengaruh oleh aktivitas manusia dan yang lebih alami. Sampel yang diambil dari daerah terpengaruh polusi udara, seperti kawasan perkotaan atau industri, menunjukkan keberagaman dan kelimpahan virus yang lebih tinggi, termasuk virus yang lebih berpotensi menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan. Sebaliknya, sampel dari daerah pesisir atau lautan cenderung memiliki komunitas virus yang lebih sederhana dan lebih dominan virus-virus yang menginfeksi mikroorganisme atau bakteri.
Penemuan ini sejalan dengan teori bahwa virus di atmosfer, meskipun bisa terpengaruh oleh aktivitas manusia, juga memainkan peran dalam keseimbangan ekosistem mikroba global. Virus-virus ini dapat membantu mengontrol populasi mikroorganisme, memengaruhi siklus biogeokimia, dan bahkan berperan dalam evolusi genetik spesies inangnya. Sebagai contoh, AMGs yang ditemukan pada sampel lautan, seperti gen phoH, memberikan keuntungan selektif bagi virus yang menginfeksi bakteri yang hidup di lingkungan dengan kadar fosfat rendah. Ini menunjukkan adanya adaptasi yang sangat spesifik terhadap kondisi lingkungan tertentu yang dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang bagaimana virus dapat berkembang dan bertahan dalam kondisi atmosfer yang bervariasi.
Sumber:
Leave a Reply