Model Prediksi Epidemi COVID-19 Berdasarkan Pemantauan Limbah di Taipei

Pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia telah menyebabkan berbagai negara mencari cara baru untuk mendeteksi dan memantau penyebaran virus SARS-CoV-2. Salah satu metode yang diadopsi oleh lebih dari 70 negara adalah pemantauan limbah (wastewater surveillance). Metode ini digunakan untuk mendeteksi kasus yang tidak teridentifikasi dan memantau kurva epidemi secara lebih luas. Namun, meskipun efektif di berbagai tempat, model prediksi epidemi seringkali sangat spesifik untuk setiap lokasi, sehingga pendekatan yang lebih disesuaikan sangat diperlukan. Penelitian yang dilakukan oleh Chung-Yen Chen dan rekan-rekannya ini bertujuan untuk membangun sistem pemantauan limbah kota seluruhnya dan mengembangkan model prediksi epidemi COVID-19 untuk Kota Taipei, Taiwan.

Dari bulan Mei hingga Agustus 2022, sampel limbah diambil setiap hari dari dua distrik utama, yaitu Xinyi dan Neihu, serta dua kali seminggu dari 10 distrik lainnya. Peneliti menggunakan teknik Reverse Transcription Quantitative Polymerase Chain Reaction (RT-qPCR) untuk mengukur materi genetik SARS-CoV-2 dalam sampel limbah tersebut. Untuk mengurangi variabilitas dalam pengumpulan sampel, dihitunglah “relative signal” atau sinyal relatif, yang merupakan rasio konsentrasi virus SARS-CoV-2 terhadap konsentrasi gen RNase P manusia. Model regresi berdasarkan data dari dua distrik utama ini kemudian digunakan untuk meramalkan jumlah kasus COVID-19 yang baru. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata sampel limbah mengandung 1.829,0 ± 2.237,7 salinan virus per liter, dengan sinyal relatif rata-rata 17,1 ± 16,7. Model terbaik yang disesuaikan dengan suhu menunjukkan bahwa kenaikan 1% pada sinyal virus berhubungan dengan kenaikan sekitar 0,27% pada rata-rata bergerak 5 hari jumlah kasus baru di masa depan. Model ini memiliki nilai R-squared sebesar 0,78, menunjukkan daya jelaskan yang kuat.

Pemantauan limbah telah terbukti menjadi alat yang efektif untuk memantau penyebaran SARS-CoV-2, karena limbah rumah tangga mengalirkan material biologis dari seluruh populasi kota, termasuk individu yang mungkin tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi. Metode ini menawarkan cara untuk mengidentifikasi potensi lonjakan kasus COVID-19 lebih awal dibandingkan dengan sistem pelaporan kasus yang bergantung pada tes klinis. Dalam penelitian ini, pengambilan sampel limbah dilakukan di dua distrik utama di Taipei, yaitu Xinyi dan Neihu, yang merupakan wilayah dengan populasi yang padat. Di samping itu, sampel dari 10 distrik lainnya diambil dua kali seminggu untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang keadaan epidemi di seluruh kota.

Dengan menggunakan teknik RT-qPCR yang canggih, para peneliti mengukur konsentrasi materi genetik SARS-CoV-2 di dalam sampel limbah. Salah satu tantangan dalam analisis ini adalah variabilitas dalam pengumpulan sampel limbah, yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti waktu pengambilan sampel atau saluran pembuangan limbah yang berbeda. Untuk mengatasi masalah ini, peneliti menggunakan gen RNase P manusia sebagai pembanding untuk menormalkan variasi dalam sampel. Gen ini dipilih karena keberadaannya yang konsisten dalam tubuh manusia dan tidak terpengaruh oleh infeksi virus.

Dari hasil analisis, didapatkan bahwa sampel limbah rata-rata mengandung 1.829,0 ± 2.237,7 salinan virus SARS-CoV-2 per liter. Sinyal relatif rata-rata yang diukur adalah 17,1 ± 16,7, yang menunjukkan fluktuasi yang signifikan dalam konsentrasi virus di berbagai titik waktu. Meskipun fluktuasi ini tinggi, peneliti menemukan bahwa data tersebut masih dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan epidemi di masa depan dengan cukup akurat.

Salah satu kontribusi utama dari penelitian ini adalah pengembangan model prediksi epidemi COVID-19 yang berbasis pada data pemantauan limbah. Dengan menggunakan analisis regresi yang menghubungkan sinyal virus dalam limbah dengan jumlah kasus COVID-19 yang dilaporkan, peneliti mampu meramalkan jumlah kasus baru di masa depan. Model terbaik yang ditemukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan 1% pada sinyal virus limbah berhubungan dengan perubahan 0,27% pada rata-rata 5 hari kasus baru yang dilaporkan.

Model ini disesuaikan dengan faktor-faktor eksternal seperti suhu, yang diketahui dapat mempengaruhi stabilitas dan konsentrasi virus dalam limbah. Penyesuaian ini penting karena suhu dapat memengaruhi kelangsungan hidup virus dan aktivitas biologis lainnya di lingkungan. Oleh karena itu, suhu menjadi salah satu variabel yang perlu dipertimbangkan dalam model prediksi agar hasilnya lebih akurat.

Dengan nilai R-squared sebesar 0,78, model ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang cukup kuat antara sinyal virus dalam limbah dan jumlah kasus baru yang dilaporkan. Hal ini menunjukkan bahwa pemantauan limbah dapat digunakan sebagai indikator yang andal untuk memprediksi tren epidemi COVID-19. Model ini telah divalidasi dengan uji t sampel berpasangan, yang membandingkan hasil prediksi dengan data kasus yang dilaporkan di 10 distrik lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara kasus yang diprediksi dan kasus yang dilaporkan, yang menegaskan keandalan model ini.

Salah satu keunggulan utama dari pemantauan limbah adalah kemampuannya untuk memberikan gambaran yang lebih luas dan lebih cepat mengenai tingkat infeksi di suatu kota atau wilayah. Berbeda dengan metode pelaporan klinis yang bergantung pada individu untuk melakukan tes dan melaporkan hasilnya, pemantauan limbah mencakup seluruh populasi tanpa memerlukan tindakan aktif dari individu. Ini memungkinkan untuk mendeteksi adanya infeksi di antara orang-orang yang mungkin tidak menunjukkan gejala atau tidak terdeteksi dalam sistem pelaporan kasus konvensional.

Lebih lanjut, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemantauan limbah dapat menjadi alat pelengkap yang efektif untuk peramalan epidemi di lingkungan perkotaan, terutama di kota besar seperti Taipei yang memiliki infrastruktur saluran pembuangan limbah yang baik. Pemantauan ini dapat digunakan sebagai langkah awal untuk mendeteksi lonjakan kasus, yang kemudian dapat diikuti dengan langkah-langkah mitigasi yang lebih terarah, seperti peningkatan pengujian atau pembatasan sosial.

Pemantauan limbah juga memungkinkan untuk memantau tren jangka panjang dari penyebaran virus tanpa keterlambatan yang sering terjadi dalam sistem pelaporan berbasis individu. Dengan cara ini, kota-kota yang terhubung dengan sistem saluran pembuangan limbah yang baik dapat dengan cepat mengidentifikasi perubahan dalam tingkat infeksi, memberikan waktu yang lebih banyak untuk merespons sebelum terjadi lonjakan kasus yang lebih besar.

Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa pemantauan limbah dapat menjadi alat yang efektif dan andal untuk memprediksi kurva epidemi COVID-19, terutama di kota-kota dengan infrastruktur saluran pembuangan limbah yang baik seperti Taipei. Model prediksi yang dikembangkan dalam penelitian ini berhasil menunjukkan bahwa sinyal virus dalam limbah berhubungan erat dengan jumlah kasus baru COVID-19 yang dilaporkan. Meskipun model ini perlu disesuaikan dengan faktor-faktor lokal seperti suhu dan variasi dalam sistem saluran pembuangan limbah, hasilnya menunjukkan potensi besar untuk pemantauan limbah dalam pengelolaan epidemi di masa depan.

Ke depan, pendekatan ini dapat diperluas untuk mengawasi pandemi lain atau penyakit menular lainnya dengan memanfaatkan infrastruktur limbah yang ada. Dengan memanfaatkan data yang dihasilkan dari pemantauan limbah secara rutin, pemerintah kota dapat lebih siap menghadapi wabah dan mengambil tindakan yang lebih cepat dan tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit.

Sumber:

Chen, C.Y., Chang, Y.H., Chen, C.H.S., Chang, S.Y., Chan, C.C., Chen, P.C. and Su, T.C., 2025. Modelling COVID-19 epidemic curve in Taipei City, Taiwan by a Citywide Wastewater SARS-CoV-2 Surveillance. Journal of Hazardous Materials Advances, p.100635.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *