Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati tertinggi di dunia yang secara geografis terletak di kawasan tropis, menjadikannya sebagai pusat keanekaragaman genetik berbagai spesies tumbuhan yang memiliki potensi besar dalam pengembangan varietas unggul. Negara ini dikenal sebagai negara megadiversitas yang memiliki sumber plasma nutfah berlimpah, termasuk tanaman bernilai gizi dan kesehatan. Namun, ancaman terhadap kelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia semakin meningkat seiring dengan degradasi habitat, deforestasi, alih fungsi lahan, dan perubahan iklim global yang ekstrem. Perubahan tersebut berdampak langsung pada tekanan molekuler di tingkat seluler tanaman, yang pada gilirannya memengaruhi produktivitas tanaman dan nilai gizi yang dikandungnya.
Kondisi lingkungan yang tidak menentu dan semakin ekstrem, seperti suhu tinggi, kekeringan, banjir, serta salinitas, telah mengganggu homeostasis fisiologis tanaman, menyebabkan gangguan pada ekspresi gen, metabolisme primer dan sekunder, serta penurunan kemampuan adaptasi tanaman terhadap lingkungan. Dalam konteks ini, pendekatan ilmiah berbasis integrasi berbagai cabang omik (omics) menjadi sangat relevan dan strategis. Pendekatan ini mencakup genomika (genomics), transkriptomika (transcriptomics), proteomika (proteomics), dan metabolomika (metabolomics) yang bekerja secara terintegrasi untuk memahami respons biologis tanaman secara menyeluruh terhadap kondisi ekstrem tersebut. Melalui pemetaan gen, ekspresi transkrip, interaksi protein, serta profil metabolit, para peneliti dapat mengidentifikasi jalur-jalur biologis yang penting dan menentukan target genetik untuk program pemuliaan tanaman yang lebih efisien.
Di Indonesia, penerapan pendekatan omik yang terintegrasi mulai menunjukkan kemajuan signifikan, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan dari sisi infrastruktur riset, pendanaan, serta kebijakan riset yang belum sepenuhnya mendukung sinergi lintas disiplin. Penelitian-penelitian awal yang dilakukan oleh berbagai lembaga riset dan perguruan tinggi telah menghasilkan data awal tentang ekspresi gen-gen adaptif pada tanaman lokal, identifikasi protein kunci dalam respon terhadap cekaman abiotik, serta akumulasi senyawa metabolit bioaktif yang berkaitan dengan nutrisi dan kesehatan manusia. Beberapa tanaman yang menjadi fokus dalam penelitian ini antara lain kelor (Moringa oleifera), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa), dan berbagai spesies sayuran lokal serta tanaman buah tropis yang memiliki nilai fungsional tinggi.
Penting untuk dicatat bahwa nutraceutical (nutraceuticals) atau senyawa alami yang berasal dari tanaman dengan manfaat kesehatan telah menjadi fokus utama dalam kajian omik karena kontribusinya dalam menunjang gizi dan imunitas masyarakat. Dalam konteks ini, pendekatan omik tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan hasil panen, tetapi juga untuk mengidentifikasi kandungan senyawa aktif seperti flavonoid, fenolik, alkaloid, dan terpenoid yang memiliki sifat antioksidan, antiinflamasi, dan antikanker. Dengan mengintegrasikan data dari berbagai lapisan molekuler, pengembangan varietas yang unggul dari segi hasil dan nilai gizi menjadi lebih terarah dan berbasis bukti ilmiah.
Agenda riset omik di Indonesia juga diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan nasional melalui peningkatan varietas yang adaptif terhadap perubahan iklim serta memiliki kandungan gizi fungsional yang lebih baik. Selain itu, pengembangan sistem bioinformatika untuk menyimpan, mengolah, dan menganalisis data-data omik menjadi sangat penting, mengingat volume data yang dihasilkan sangat besar dan kompleks. Ketersediaan sumber daya manusia dengan kompetensi multidisipliner, termasuk dalam bidang bioinformatika, bioteknologi molekuler, dan ilmu tanaman, menjadi prasyarat utama keberhasilan riset integratif ini.
Di sisi regulasi, pemerintah Indonesia telah mulai merumuskan kebijakan riset berbasis integrasi data biologis, meskipun implementasinya masih memerlukan penyempurnaan. Koordinasi antara kementerian terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi sangat penting untuk menciptakan ekosistem riset yang mendukung kolaborasi antar-lembaga serta memfasilitasi riset terapan berbasis omik. Dalam jangka panjang, kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat hilirisasi hasil riset menuju aplikasi pertanian presisi dan sistem pangan berkelanjutan.
Melalui pendekatan omik yang terintegrasi, program pemuliaan tanaman ke depan tidak lagi hanya bergantung pada seleksi fenotipik semata, tetapi juga memanfaatkan informasi genetik dan molekuler untuk menghasilkan varietas yang mampu bertahan dalam kondisi ekstrem serta memberikan kontribusi nyata terhadap kesehatan manusia. Indonesia sebagai negara megabiodiversitas memiliki peluang besar untuk memimpin riset omik di kawasan tropis jika dapat mengoptimalkan potensi sumber daya genetiknya dan mengintegrasikan teknologi canggih dalam program riset nasional. Inovasi berbasis omik bukan hanya merupakan strategi ilmiah, tetapi juga menjadi langkah penting menuju ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat yang lebih baik di masa depan.
Sumber:
Leave a Reply