Mengungkap Peran Mikrobioma dan Kitosan dalam Memperlambat Pematangan Pisang Sebagai Solusi Ramah Lingkungan untuk Ketahanan Pangan

Buah pisang merupakan salah satu komoditas buah tropis yang memiliki peran penting dalam konsumsi global. Namun, masa simpan buah pisang yang relatif singkat menjadi tantangan besar dalam pengelolaannya. Proses pematangan pisang yang cepat tidak hanya mempengaruhi kualitas, tetapi juga menyebabkan kerugian pascapanen yang signifikan. Oleh karena itu, diperlukan inovasi untuk memperlambat proses pematangan pisang, salah satunya melalui perlakuan dengan kitosan.

Kitosan adalah polisakarida alami yang diperoleh dari kitin, umumnya ditemukan pada cangkang udang dan kepiting. Kitosan dikenal memiliki sifat antimikroba, antifungal, serta kemampuan membentuk lapisan pelindung pada permukaan buah. Dalam konteks ini, kitosan digunakan untuk memodulasi komunitas mikroba yang ada pada buah pisang, yang memainkan peran penting dalam proses pematangan. Penelitian yang dilakukan oleh Husna Nugrahapraja dan tim bertujuan untuk menganalisis komunitas mikroba pada buah pisang Cavendish (Musa acuminata, kelompok genom AAA) yang diperlakukan dengan kitosan 1,25% selama proses pematangan.

Penelitian ini mengadopsi teknologi analisis modern menggunakan sekuensing amplicon 16s rRNA untuk mengidentifikasi perubahan komunitas mikroba secara mendalam. Sampel pisang diambil dari kulit dan daging buah pada hari pertama dan hari ketujuh proses pematangan. Data kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak QIIME2 untuk identifikasi taksonomi, serta Piphillin untuk prediksi profil fungsional mikroba.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan kitosan berhasil memperlambat proses pematangan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Perubahan komposisi mikroba menjadi salah satu indikator utama keberhasilan perlakuan ini. Dari total delapan sampel yang dianalisis, teridentifikasi 138 genus mikroba. Genus yang paling dominan adalah Alcaligenes (69,293%), diikuti oleh Pseudomonas (10,06%), Acinetobacter (5,15%), dan Thermus (2,84%).

Komunitas mikroba pada buah pisang memainkan peran penting dalam proses pematangan melalui pengaruhnya terhadap metabolisme etilen, enzim-enzim degradasi dinding sel, serta produksi senyawa volatil. Pada kelompok kontrol, mikroba seperti Pseudomonas dan Acinetobacter mendominasi dan diduga mempercepat proses pematangan dengan meningkatkan aktivitas enzimatik. Sebaliknya, perlakuan dengan kitosan menyebabkan perubahan signifikan dalam struktur komunitas mikroba. Persentase Pseudomonas menurun, sedangkan Alcaligenes meningkat secara substansial. Alcaligenes diketahui memiliki sifat antagonis terhadap beberapa mikroba lain yang berkontribusi pada percepatan pematangan, sehingga kehadirannya dalam jumlah besar dapat memperlambat proses tersebut.

Data menunjukkan bahwa pada hari pertama, komunitas mikroba di kulit dan daging buah masih dalam kondisi serupa antara kelompok perlakuan dan kontrol. Namun, pada hari ketujuh, terjadi perbedaan signifikan. Pada buah yang diberi perlakuan kitosan, genus Alcaligenes mendominasi komunitas mikroba baik di kulit maupun daging buah, sementara pada kelompok kontrol, Pseudomonas tetap dominan. Selain itu, genus Thermus juga menunjukkan peningkatan pada kelompok perlakuan, meskipun dalam proporsi yang lebih kecil.

Prediksi fungsi mikroba menggunakan Piphillin menunjukkan bahwa komunitas mikroba pada buah yang diperlakukan dengan kitosan memiliki potensi aktivitas enzimatik yang lebih rendah terkait dengan pematangan, seperti pektinase dan selulase. Sebaliknya, kelompok kontrol menunjukkan aktivitas enzimatik yang lebih tinggi, yang berkontribusi pada percepatan pelembutan buah dan perubahan warna kulit.

Salah satu faktor menarik dalam penelitian ini adalah bagaimana kitosan dapat membentuk penghalang fisik yang tidak hanya menghambat pertumbuhan mikroba patogen, tetapi juga menciptakan kondisi mikroba yang lebih menguntungkan bagi perpanjangan masa simpan. Dengan menurunnya populasi mikroba seperti Pseudomonas, yang sering dikaitkan dengan degradasi jaringan dan percepatan pematangan, buah pisang dalam kelompok perlakuan memiliki tekstur yang lebih baik pada hari ketujuh. Hal ini menjadi dasar untuk memahami bahwa kitosan tidak hanya bertindak sebagai antimikroba, tetapi juga sebagai agen modulator komunitas mikroba.

Lebih lanjut, perubahan metabolisme buah yang berkaitan dengan interaksi mikroba juga menjadi sorotan. Mikroba seperti Alcaligenes tidak hanya berkontribusi dalam menekan mikroba lain, tetapi juga memproduksi senyawa tertentu yang dapat menghambat pembentukan etilen, hormon kunci dalam pematangan buah. Dengan demikian, keberadaan Alcaligenes dalam jumlah yang lebih besar pada buah yang diberi perlakuan kitosan menjadi salah satu elemen penting dalam memperlambat pematangan. Hal ini membuka peluang untuk penelitian lanjutan yang lebih spesifik, seperti pengujian metabolit yang dihasilkan oleh mikroba tersebut.

Penemuan bahwa genus Alcaligenes dapat memainkan peran kunci dalam menunda pematangan juga mendorong eksplorasi lebih lanjut tentang potensi penggunaan mikroba ini sebagai agen biokontrol. Jika dikombinasikan dengan perlakuan fisik seperti penyimpanan dingin, atau teknologi lain seperti atmosfer termodifikasi, hasil yang lebih optimal mungkin dapat dicapai. Penelitian ini membuka jalan bagi pendekatan multidisiplin yang mengintegrasikan mikrobiologi, kimia pangan, dan teknologi pascapanen.

Dalam perspektif yang lebih luas, pendekatan berbasis mikrobioma seperti ini juga sejalan dengan tren global dalam mencari solusi alami untuk masalah agrikultur. Dengan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap produk ramah lingkungan, inovasi seperti perlakuan kitosan memiliki potensi besar untuk diterima di pasar. Hal ini dapat menjadi langkah awal menuju transformasi sistem pangan yang lebih berkelanjutan.

Pada tingkat molekuler, penelitian ini juga memberikan gambaran bahwa perlakuan dengan kitosan dapat mengubah ekspresi gen tertentu pada mikroba yang berhubungan dengan pematangan buah. Penelitian lebih mendalam diperlukan untuk memahami apakah pengaruh kitosan terhadap mikroba juga mencakup perubahan pada tingkat genetik, yang pada akhirnya memengaruhi fungsi mereka dalam proses pematangan. Dengan pendekatan ini, dimungkinkan untuk mengembangkan strategi yang lebih terarah dalam mengelola mikrobioma buah pascapanen.

Selain aspek ilmiah, penelitian ini juga memiliki implikasi praktis yang luas. Dalam skala industri, perlakuan dengan kitosan dapat diterapkan sebagai alternatif ramah lingkungan dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia sintetis untuk memperpanjang masa simpan buah. Selain itu, metode ini juga dapat disesuaikan untuk berbagai jenis buah tropis lainnya yang menghadapi tantangan serupa, seperti mangga, pepaya, dan nanas. Dengan mengintegrasikan pendekatan berbasis mikroba, sektor agribisnis dapat lebih berkelanjutan sekaligus meningkatkan keuntungan ekonomis.

Tantangan lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengoptimalkan konsentrasi dan metode aplikasi kitosan agar sesuai dengan kebutuhan praktis di lapangan. Misalnya, penelitian lanjutan dapat menguji efektivitas konsentrasi kitosan yang lebih rendah atau metode aplikasi yang berbeda, seperti penyemprotan atau pencelupan, untuk memastikan bahwa biaya produksi tetap efisien tanpa mengorbankan efektivitas.

Pada akhirnya, penelitian ini menegaskan pentingnya memahami interaksi kompleks antara mikroba dan buah dalam konteks pematangan. Dengan memperluas penelitian ini ke berbagai varietas pisang atau buah lain, serta memanfaatkan teknologi sekuensing yang lebih canggih, pengetahuan tentang peran mikrobioma dalam proses pematangan dapat terus ditingkatkan. Hasil yang diperoleh tidak hanya memberikan solusi praktis, tetapi juga memperkaya literatur ilmiah di bidang ini, menciptakan fondasi yang kuat untuk inovasi di masa depan.

Sumber: Response of the Microbial Community in Unripe and Ripe Bananas with Chitosan Treatment to Delay Fruit Ripening

 


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *