Pemahaman mendalam terhadap interaksi protein-protein dalam sistem biologis telah menjadi bidang penelitian yang berkembang pesat, terutama dalam konteks mikroorganisme dengan potensi aplikasi industri. Salah satu mikroorganisme yang menarik perhatian adalah Moorella thermoacetica, sebuah bakteri anaerob termofilik yang memiliki kemampuan unik dalam mengonversi karbon dioksida (CO₂) dan karbon monoksida (CO) menjadi asetat melalui jalur Wood-Ljungdahl. Kemampuan metabolisme ini menjadikan M. thermoacetica sebagai kandidat unggulan dalam berbagai aplikasi bioteknologi, termasuk produksi biofuel dan bahan kimia berbasis karbon terbarukan. Namun, meskipun mikroorganisme ini telah banyak diteliti, pemahaman terhadap jaringan interaksi protein-protein yang membentuk dasar regulasi metabolismenya masih terbatas.
Penelitian terbaru melakukan rekonstruksi dan analisis jaringan interaksi protein-protein berbasis data eksperimen guna mengungkap hubungan molekuler yang mendukung aktivitas biologis M. thermoacetica. Melalui pendekatan eksperimental yang dipadukan dengan analisis bioinformatika, penelitian ini berhasil mengidentifikasi lebih dari 1.000 interaksi protein yang membentuk jaringan fungsional dalam sel bakteri. Salah satu hasil utama dari penelitian ini adalah pemetaan hubungan antara protein-protein yang terlibat dalam jalur metabolisme asetogenik, yang memungkinkan mikroorganisme ini untuk bertahan hidup dalam kondisi anaerobik dengan mengandalkan transfer elektron dan katalisis enzimatik spesifik.
Dari hasil rekonstruksi jaringan interaksi, ditemukan bahwa ferredoxin memainkan peran sentral dalam jalur metabolisme karbon M. thermoacetica. Ferredoxin berfungsi sebagai mediator utama dalam transfer elektron berpotensial rendah yang diperlukan untuk mendukung aktivitas enzim-enzim kunci dalam jalur Wood-Ljungdahl, termasuk karbon monoksida dehidrogenase (CODH) dan enzim hidrogenase. Kedua enzim ini terlibat langsung dalam proses reduksi karbon dioksida menjadi asetil-KoA (asetil koenzim A), yang selanjutnya dikonversi menjadi asetat sebagai produk akhir metabolisme.
Selain keterlibatan dalam jalur metabolisme karbon, penelitian ini juga mengungkap adanya interaksi erat antara protein-protein yang berperan dalam mekanisme pertahanan seluler terhadap kondisi lingkungan ekstrem. Ditemukan bahwa beberapa protein chaperone, seperti heat shock protein 70 (HSP70) dan chaperonin GroEL, memiliki hubungan langsung dengan enzim-enzim metabolik utama, menunjukkan adanya sistem proteostasis yang mendukung stabilitas enzim dalam lingkungan termofilik. Stabilitas protein ini sangat penting bagi M. thermoacetica karena bakteri ini hidup dalam kondisi suhu tinggi yang dapat menyebabkan denaturasi protein jika tidak dikontrol dengan baik.
Salah satu temuan menarik lainnya adalah keterkaitan antara sistem regulasi transkripsi dengan jalur metabolisme utama. Beberapa faktor transkripsi yang terlibat dalam regulasi ekspresi gen jalur Wood-Ljungdahl ditemukan memiliki interaksi dengan protein sensor redoks, yang menunjukkan bahwa ekspresi gen metabolik dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan secara real-time. Hal ini mengindikasikan bahwa M. thermoacetica memiliki mekanisme adaptasi yang efisien terhadap fluktuasi kondisi anaerobik dan ketersediaan substrat karbon.
Selain itu, penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi sejumlah interaksi protein yang sebelumnya tidak terdokumentasi dalam database interaksi protein konvensional. Dengan menggunakan pendekatan eksperimental berbasis afinitas dan spektrometri massa, ditemukan bahwa beberapa enzim dengan fungsi yang berbeda dapat membentuk kompleks multiprotein yang berkontribusi terhadap efisiensi jalur metabolisme. Salah satu kompleks yang berhasil diidentifikasi adalah interaksi antara metil-tetrahidrofolat reduktase dan karbon monoksida dehidrogenase, yang berperan dalam tahap awal fiksasi karbon jalur Wood-Ljungdahl.
Implikasi dari penelitian ini sangat luas, terutama dalam konteks optimalisasi M. thermoacetica untuk aplikasi bioteknologi. Dengan memahami jaringan interaksi protein-protein secara lebih mendalam, dapat dilakukan pendekatan rekayasa genetika yang lebih terarah untuk meningkatkan efisiensi konversi karbon menjadi produk bernilai tinggi. Misalnya, dengan meningkatkan ekspresi protein yang berperan dalam transfer elektron, dapat dioptimalkan laju metabolisme asetogenik, sehingga meningkatkan produksi asetat sebagai prekursor bagi berbagai senyawa biofuel dan bahan kimia industri.
Selain itu, pemahaman terhadap stabilitas dan regulasi enzim dalam lingkungan termofilik dapat membuka peluang untuk desain enzim yang lebih tahan terhadap kondisi ekstrem, yang dapat diterapkan dalam industri bioteknologi berbasis fermentasi. Salah satu aplikasi potensial adalah penggunaan enzim-enzim kunci M. thermoacetica dalam reaktor biokatalitik yang dirancang untuk konversi karbon monoksida dari limbah industri menjadi produk bernilai ekonomi.
Namun, meskipun penelitian ini memberikan wawasan baru mengenai interaksi protein-protein dalam M. thermoacetica, masih terdapat tantangan dalam mengungkap regulasi sistem ini dalam kondisi dinamis. Studi lanjutan menggunakan pendekatan proteomik kuantitatif dan metabolomik diperlukan untuk memahami bagaimana jaringan interaksi protein berubah dalam berbagai kondisi lingkungan. Dengan demikian, hasil penelitian ini menjadi landasan bagi eksplorasi lebih lanjut dalam pengembangan aplikasi mikroba ini untuk kebutuhan industri berbasis bioteknologi. Rekonstruksi dan analisis jaringan interaksi protein-protein dalam M. thermoacetica telah membuka wawasan baru terhadap mekanisme molekuler yang mendukung metabolisme asetogenik dan adaptasi lingkungan mikroba ini. Dengan semakin berkembangnya teknologi bioinformatika dan biologi sistem, pemetaan interaksi protein semacam ini akan menjadi alat yang semakin penting dalam memahami dan mengoptimalkan mikroorganisme industri untuk aplikasi yang lebih luas.
Sumber:
Leave a Reply