Keanekaragaman mikrobiota pada fyllosfer atau permukaan daun merupakan salah satu elemen penting dalam ekosistem hutan alami. Meskipun pemahaman kita mengenai mikrobioma bawah tanah semakin berkembang, pengetahuan tentang mekanisme yang mempertahankan keanekaragaman mikrobiota pada fyllosfer masih sangat terbatas. Kekurangan pemahaman ini menghambat kita untuk lebih memahami dinamika pertumbuhan pada anggota keluarga Fagaceae, terutama dalam konteks mereka sebagai bagian penting dari susunan komunitas hutan. Sebagai bagian dari keluarga Fagaceae, Castanopsis eyrei adalah spesies pohon yang banyak ditemukan di wilayah subtropis, khususnya di bagian tenggara Tiongkok, yang menjadi fokus utama penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Lei Xie, XuXu Bao, Shuifei Chen, Hui Ding, dan Yanming Fang ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaragaman mikrobiota fyllosfer pada pohon C. eyrei dengan memeriksa efek resolusi geografis kecil dan usia terhadap keanekaragaman mikroba ini.
Dalam penelitian ini, sampel daun C. eyrei diambil dari berbagai kelompok umur pohon yang berada dalam sebuah plot dinamis hutan yang terletak di Gunung Huangshan, Tiongkok. Metode yang digunakan untuk analisis mikrobiota fyllosfer ini melibatkan urutan genetik dari 16S rRNA bakteri dan wilayah ITS dari jamur menggunakan teknologi urutan generasi ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberagaman jamur pada fyllosfer sangat tinggi dan didominasi oleh kelompok keluarga jamur seperti Teratosphaeriaceae, Trimorphomycetaceae, dan Bulleribasidiaceae. Sementara itu, keberagaman bakteri lebih rendah dan didominasi oleh keluarga Beijerinckiaceae, Isosphaeraceae, dan Acidobacteriaceae.
Dari analisis yang dilakukan, habitat lebih berperan penting daripada usia pohon dalam mempengaruhi keberagaman jamur dan patogen mikroba pada fyllosfer. Dalam hal ini, usia pohon tidak terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap komposisi mikrobiota, meskipun perbedaan habitat di berbagai lokasi di sekitar Gunung Huangshan dapat mempengaruhi keberagaman tersebut. Untuk lebih memperjelas temuan ini, model linear efek campuran digunakan untuk mengungkapkan adanya hubungan negatif antara biomassa pohon C. eyrei dengan keberagaman patogen pada fyllosfer. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar ukuran pohon, semakin rendah keberagaman patogen yang ditemukan di permukaan daunnya.
Analisis lebih lanjut mengenai jaringan ko-eksistensi mikroba menunjukkan bahwa pohon C. eyrei muda, atau yang disebut sebagai sapling, mendukung struktur jaringan mikroba yang paling kompleks. Dalam jaringan tersebut, jamur Recuromyces teridentifikasi sebagai patogen kunci, berperan sebagai penghubung utama antara berbagai kelompok umur pohon. Jamur ini tidak hanya berfungsi sebagai modul sentral, tetapi juga menghubungkan berbagai jenis mikroba di seluruh kelompok umur pohon yang dianalisis.
Temuan ini menyoroti peran ekologis habitat dalam membentuk keanekaragaman mikrobiota fyllosfer dan pentingnya interaksi antara fungsi inang dan pemeliharaan keanekaragaman mikroba tersebut. Hasil penelitian ini juga memberikan wawasan baru tentang bagaimana kondisi ekologis dan usia pohon dapat memengaruhi struktur komunitas mikroba di permukaan daun, serta bagaimana interaksi antara mikroba dapat memengaruhi kesehatan dan dinamika ekosistem hutan subtropis.
Penelitian tentang mikrobiota fyllosfer sering kali menghadapi tantangan dalam menggali faktor-faktor yang mempengaruhi keberagaman mikroba, mengingat kompleksitas hubungan antara mikroba dan tumbuhan inang mereka. Salah satu tantangan besar adalah bagaimana faktor geografis, seperti variasi iklim dan kondisi tanah, dapat memengaruhi distribusi mikroba. Dalam konteks penelitian ini, meskipun pengaruh usia pohon tampak minim, perbedaan habitat di wilayah yang berbeda menunjukkan bahwa mikroba di fyllosfer sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Oleh karena itu, habitat yang kaya akan keanekaragaman hayati dapat meningkatkan keberagaman mikroba, sementara perubahan iklim atau kerusakan habitat dapat mengurangi keragaman tersebut.
Lebih lanjut, analisis jaringan ko-eksistensi mikroba yang menunjukkan peran penting Recuromyces sebagai patogen utama menunjukkan bahwa studi lebih mendalam tentang interaksi mikroba dan patogen di fyllosfer dapat memberikan wawasan tentang manajemen kesehatan tanaman. Pemahaman tentang bagaimana patogen ini berinteraksi dengan mikroba lainnya juga dapat membantu dalam pengembangan strategi perlindungan tanaman yang lebih efisien, terutama pada pohon-pohon yang rentan terhadap penyakit.
Selain itu, hasil penelitian ini membuka potensi untuk penelitian lanjutan yang lebih mendalam tentang pengaruh faktor-faktor lain, seperti keberadaan hewan herbivora atau pengaruh hama, terhadap keanekaragaman mikrobiota pada fyllosfer. Penelitian yang lebih luas dapat memperkaya pemahaman kita mengenai bagaimana mikrobiota di permukaan daun berkontribusi terhadap kesehatan ekosistem hutan secara keseluruhan. Pengetahuan ini tidak hanya bermanfaat dalam konteks konservasi hutan tetapi juga dalam bidang pertanian, khususnya dalam pemeliharaan keberagaman mikroba tanah dan tanaman yang lebih luas.
Penelitian ini menegaskan bahwa meskipun faktor usia pohon mungkin tidak berpengaruh signifikan terhadap keberagaman mikroba pada fyllosfer C. eyrei, faktor habitat memiliki pengaruh yang lebih besar. Keanekaragaman mikrobiota ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada, seperti perbedaan topografi dan iklim di sekitar Gunung Huangshan. Selain itu, interaksi antara patogen dan mikroba lainnya menunjukkan bahwa saling ketergantungan antar mikroba dapat berperan penting dalam menjaga kesehatan dan fungsi ekosistem hutan subtropis.
Keanekaragaman mikrobiota fyllosfer pada C. eyrei menunjukkan betapa pentingnya peran habitat dalam menentukan komposisi mikroba pada pohon-pohon subtropis. Sebagai bagian dari keluarga Fagaceae, C. eyrei menunjukkan bagaimana mikroba di permukaan daun dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis dan usia pohon. Pemahaman lebih lanjut tentang hal ini dapat membuka jalan bagi pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan dan konservasi yang lebih efektif, serta memberikan wawasan baru dalam ilmu mikrobiologi ekologi dan perlindungan tanaman.
Sumber:
Leave a Reply