Peran faktor antropogenik dalam penyebaran dan kemunculan virus menjadi perhatian utama dalam studi ekologi dan kesehatan masyarakat. Virus yang muncul, baik di lingkungan maupun di dalam tubuh manusia, dapat menjadi penanda penting untuk memantau kualitas lingkungan dan kesehatan ekosistem. Dalam konteks ini, penelitian yang dilakukan oleh Meriane Demoliner, Micheli Filippi, Juliana Schons Gularte, Paula Rodrigues de Almeida, Mariana Soares da Silva, Vyctoria Malayhka de Abreu Góes Pereira, Alana Witt Hansen, Viviane Girardi, Helena Lage Ferreira, dan Fernando Rosado Spilki bertujuan untuk mengeksplorasi keanekaragaman virus dalam sampel feses manusia, air permukaan, dan air tanah yang diambil dari wilayah aliran Sungai Rio dos Sinos di Brasil. Penelitian ini menguji empat protokol persiapan sampel yang berbeda untuk menghasilkan data metagenomik virome, dengan harapan untuk mendapatkan wawasan lebih dalam mengenai viralitas dan indikator kontaminasi feses di lingkungan tersebut.
Studi ini melibatkan 60 sampel feses manusia, 12 sampel air permukaan, dan 12 sampel air tanah yang diambil dari wilayah geografi yang sama. Setiap sampel dianalisis menggunakan empat protokol persiapan sampel yang berbeda untuk metagenomik, yang masing-masing dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh terkait dengan keberagaman dan kelimpahan virus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protokol persiapan sampel yang digunakan memengaruhi secara signifikan keanekaragaman dan kelimpahan virus yang terdeteksi dalam sampel-sampel tersebut. Total sebanyak 139 genera dari 55 keluarga virus berhasil diidentifikasi, mencakup berbagai tipe genom (dsDNA, ssDNA, ssRNA, dsRNA) serta berbagai inang, termasuk bakteri, tumbuhan, manusia, dan mamalia lainnya.
Salah satu temuan kunci dalam penelitian ini adalah karakterisasi enam genom CrAssphage baru, yang menunjukkan potensi besar sebagai indikator kontaminasi feses manusia. CrAssphage sendiri merupakan jenis virus yang sering ditemukan dalam feses manusia dan dapat digunakan sebagai biomarker untuk mendeteksi pencemaran air atau tanah akibat limbah manusia. Penemuan ini sangat penting untuk meningkatkan strategi pemantauan kualitas lingkungan, khususnya dalam hal kontaminasi feses yang berasal dari aktivitas manusia.
Selain itu, penelitian ini juga mengidentifikasi genom Microviridae dengan variabilitas genetik yang signifikan. Penemuan ini memberikan indikasi bahwa terdapat kemungkinan subkeluarga baru dalam keluarga virus tersebut, yang dapat membuka peluang bagi penelitian lebih lanjut mengenai keragaman virus dalam lingkungan alam dan pengaruhnya terhadap kesehatan ekosistem. Identifikasi ini juga penting untuk memahami bagaimana mikrobioma lingkungan, termasuk virus yang ada di dalamnya, dapat mempengaruhi dinamika ekosistem dan interaksi dengan spesies lainnya.
Pepper mild mottle virus (PMMoV) juga ditemukan dalam sampel yang dianalisis. Tiga genom baru dari virus ini diklasifikasikan ke dalam pathotype yang sensitif terhadap gen resistensi L3, yang dapat memberikan wawasan baru dalam pengelolaan penyakit pertanian. PMMoV adalah virus yang sering menyerang tanaman, khususnya di sektor pertanian, dan pemahaman tentang variabilitasnya dapat membantu dalam pengembangan strategi pengendalian yang lebih efektif terhadap penyakit tanaman.
Sebagai studi metagenomik non-terarah pertama mengenai keanekaragaman virus di wilayah Rio dos Sinos, penelitian ini memberikan landasan yang penting untuk pemahaman komposisi virome di kawasan tersebut. Temuan ini tidak hanya relevan dalam konteks kesehatan masyarakat, tetapi juga penting dalam kaitannya dengan pertanian dan keberlanjutan lingkungan. Dengan mengidentifikasi virus yang berasal dari feses manusia dan mikroorganisme lainnya, penelitian ini membantu memperjelas bagaimana virus dapat berpindah antar lingkungan, serta pentingnya pengawasan yang lebih baik untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit.
Namun, temuan yang paling menarik dari penelitian ini adalah pemahaman yang lebih mendalam mengenai berbagai protokol yang digunakan untuk mempersiapkan sampel metagenomik. Keberagaman hasil yang ditemukan antar protokol menunjukkan bahwa optimalisasi prosedur pengambilan sampel dan analisis genetik sangat penting untuk memperoleh data yang akurat mengenai komposisi virome. Penelitian ini menekankan perlunya perbaikan lebih lanjut dalam prosedur metagenomik untuk meningkatkan keandalan dan keterulangan hasil, yang pada gilirannya akan meningkatkan efisiensi pemantauan dan mitigasi penyakit yang ditularkan melalui air dan tanah.
Penting untuk dicatat bahwa virus yang ditemukan di sampel feses manusia, seperti CrAssphage, memberikan indikasi kuat akan adanya kontaminasi feses di lingkungan. Indikator semacam ini dapat digunakan untuk memantau dampak pencemaran air oleh limbah manusia, yang berpotensi meningkatkan risiko penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air. Oleh karena itu, pengembangan biomarker berbasis virus seperti CrAssphage sangat penting untuk mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya air dan sanitasi yang lebih baik.
Pada aspek lain, temuan tentang PMMoV memberikan petunjuk berharga bagi pengelolaan penyakit tanaman, yang semakin relevan mengingat dampak perubahan iklim terhadap ketahanan tanaman terhadap patogen. Keberadaan pathotype baru yang sensitif terhadap gen L3 dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap penyakit, serta dalam pemilihan taktik pengendalian yang lebih terarah dan ramah lingkungan.
Temuan mengenai virus CrAssphage, Microviridae, dan PMMoV memberikan wawasan yang sangat penting bagi pengelolaan kualitas lingkungan, pertanian, dan kesehatan masyarakat. Sebagai langkah selanjutnya, penelitian ini mendorong perlunya optimasi protokol pengambilan sampel metagenomik untuk meningkatkan akurasi data virome, yang pada akhirnya akan meningkatkan upaya pengawasan dan mitigasi penyakit di tingkat lingkungan.
Dengan menggabungkan pendekatan metagenomik non-terarah dan fokus pada virome, penelitian ini menawarkan kontribusi signifikan terhadap pemahaman kita mengenai virus di lingkungan alam dan dampaknya terhadap kesehatan manusia, pertanian, dan keberlanjutan lingkungan secara keseluruhan. Temuan ini memberikan dasar yang kuat bagi penelitian lebih lanjut dalam bidang mikrobiologi lingkungan dan epidemiologi, serta membuka jalan bagi pengembangan strategi mitigasi yang lebih efektif dalam menghadapi ancaman penyakit yang ditularkan melalui air dan tanah.
Sumber:
Leave a Reply